YOGYAKARTA – Dukungan Indonesia terhadap Palestina setidaknya memiliki tiga
landasan pokok: amanat Konstitusi, hutang sejarah dan solidaritas negara dunia
ketiga.
Amanat Konstitusi termaktub dalam
pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah
hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.”
Selain itu, tujuan nasional
Indonesia juga termaktub dalam potongan kalimat pembukaan UUD 1945 aline
keempat yang berbunyi, “melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”
Dalam catatan sejarah, Palestina
juga merupakan salah satu negara paling awal yang memberikan pengakuan
kemerdekaan Indonesia. Faktor-faktor inilah yang membuat dukungan Indonesia
terhadap Palestina adalah keniscayaan.
Karenanya, Ketua Umum Pimpinan Pusat
Muhammadiyah Haedar Nashir dalam halalbihalal PP Muhammadiyah, Ahad (23/5)
mengaku heran dengan elit bangsa yang alih-alih mentaati perintah konstitusi,
justru malah condong mendukung Israel dan mengajak warga bangsa bersikap pasif
terhadap Palestina.
“Dalam konteks ini kita mengutuk
sekeras-kerasnya Israel dan siapapun kekuatan yang terus mengawetkan agresi dan
nafsu kolonialisme. Saya pikir perlu dicerahkan para elit bangsa dan warga
bangsa yang masih memandang bahwa bela Palestina adalah bentuk primordialisme
atau mengekspor berbagai perilaku Keislaman yang huru hara di Timur Tengah ke
Indonesia,” jelasnya.
Tak hanya mengkritik elit bangsa,
Haedar juga mengkritik umat muslim agar mau bersikap objektif. Yakni
menggerakkan semangat dan dukungan anti penjajahan konstitusi itu pada negara
manapun yang tertimpa kemalangan, bukan hanya pada negara muslim saja.
“Intinya kita pahamkan warga dan
elit bangsa yang belum paham sejarah dan konstitusi juga jiwa konstitusi
Indonesia bahwa bela Palestina dan bela setiap hal yang mirip dengan Palestina.
Nah orang Islam juga harus jujur dan adil kalau ada peristiwa yang sama dan
menimpa golongan lain, yang kebetulan tidak terikat dengan agama kita. Kita
harus membela, jangan diam,” tegasnya.
Muhammadiyah sendiri menurut Haedar
akan terus berupaya menjadi faktor umat Islam yang diperhitungkan sebagai
faktor dan aktor kemajuan peradaban. Karena itu, Haedar berpesan agar warga
Muhammadiyah tidak larut dalam aksi yang tidak produktif dan hanya retorika.
“Jadi Muhammadiyah harus adil membela setiap peristiwa yang menjadi korban dari agresi dan tindakan semena-mena, atas nama apapun,” tutupnya. (Afandi/Muhammadiyah.or.id).
0 komentar:
Posting Komentar