728x90 AdSpace

Latest News
Jumat, 29 Agustus 2025

Antara Al-Qur'an dan Kericuhan Media Sosial

 


Suatu hari, Luqman berjalan-jalan bersama anaknya. Ia naik keledai, sementara anaknya berjalan kaki menuntun. Saat melewati sekumpulan orang, mereka berbisik, “Lihatlah orangtua itu, tak punya belas kasihan. Anaknya dibiarkan jalan kaki.”


Mendengar itu, Luqman merasa tak enak hati. Ia segera meminta anaknya naik keledai, dan ia sendiri yang menuntun. Tapi tak lama kemudian, sekelompok orang lain berkomentar, “Dasar anak tidak tahu diri! Ayahnya yang tua disuruh jalan kaki, sementara ia enak-enakan di atas keledai.”


Bingung, mereka berdua akhirnya memutuskan untuk berjalan kaki sambil menuntun keledai. Rupanya, itu pun salah. Orang-orang yang melihat malah menertawakan mereka, “Bodoh sekali mereka! Punya keledai kok tidak dinaiki?”


Karena lelah dengan omongan orang, mereka akhirnya naik keledai berdua. Alih-alih dipuji, mereka justru dikritik lagi. “Tidak punya perasaan! Keledai kecil gitu ditunggangi dua orang!”


Pada akhirnya, mereka mencoba cara paling aneh: memikul keledai itu. Tentu saja, orang-orang tertawa terbahak-bahak melihatnya, “Ada orang gila memikul keledai!”


...............................................................


Kisah Luqman dan anaknya ini merupkan kisah yang masyhur. Hanya saja kami ingin memberikan konteks dalam kehidupan kita yang berada di era digital. Dimana mulut netizen dan standar kebenaran menjadi kabur.


Hari ini media sosial dengan berbagai macam platformnya sudah menjadi bagian dari hidup kita. Hal yang harus diperhatikan adalah semua orang dengan bebas bisa bernarasi dan berkomentar disana.


Sehingga bila kita jadikan komentar netizen atau tren yang ada di media sosial sebagai standar kebenaran. Maka rugilah kita. Sebab apa yanng berkembang di media sosial itu sumbernya bermacam-macam. Sehingga bisa saja bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran Islam.


Ingatlah firman Allah bahwa standar kebenaran itu dari-Nya atau dengan kata lain Islam itu sendiri. Yaitu sumbernya Al-Quran dan Hadis.


ٱلْحَقُّ مِن رَّبِّكَ ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ ٱلْمُمْتَرِينَ

Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu. (QS. Al-Baqarah: 147).


Kemudahan mengakses informasi melalui media sosial adalah anugerah zaman ini. Namun jangan sampai menjadi bencana karena kita tidakmemiliki filternya. Maka jadikanlah Al-Quran dan Hadis sebagai sumber pokok dan standar kebenaranya. Dengarkan dan pahamilah penjelasan para ulama tentang keduanya (Al-Quran dan Hadis). Biar tidak gagal paham maksud keduanya.


Bila kita sudah berusaha menjadikan Al-Quran dan Hadis sebagai rujukan dan satandar kebenaran. Insya Allah tidak akan sesat selamanya.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ

Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. (Hadits Shahih Lighairihi, HR. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam At Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).

Oleh: Waskito Hartono, S.Th.i (Founder Qawwamuna.com)

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Antara Al-Qur'an dan Kericuhan Media Sosial Rating: 5 Reviewed By: Redaksi Ciamismu