Ahmad
adalah seorang anak yang setiap sore selalu menunggu kepulangan ayahnya. Dimana
ia menunggu sekadar ingin bermain dengan ayahnya. Cuman suatu sore, Ahmad
bertanya kepada ayahnya dengan kepolosannya. Ahmad, “Ayah, ayah kerja di kantor
dibayar berapa sih sebulan?”
Seraya
mengernyitkan dahi si ayah menjawab, “Ya, sekitar tiga juta rupiah!”
“Kalau
sehari berarti berapa, ya yah?” Sela Ahmad.
Ayah
mulai bingung, “Seratus ribu rupiah, kenapa sih? Tanya gaji ayah segala!”
Akan
tetapi, Ahmad tetap bertanya lagi, “Kalau setengah hari berarti lima puluh ribu
dong?”
Iya,
memangnya kenapa?” sahut ayah dengan sedikit mulai jengkel.
Kemudian
si anak dengan mantap mengajukan permohonan, “Gini, yah! Tolong tambahin dong
tabungan Ahmad. Lima ribu saja. Soalnya, Ahmad sudah punya tabungan sebesar
empat puluh lima ribu rupiah. Rencananya Ahmad mau beli ayah setengah hari saja.
Supaya kita bisa pergi main bola bareng!”
***
Terkadang
hal yang sering menjadi kendala sebagian ayah dalam membangun tatanan keluarga
yang harmonis adalah si pencuri waktu. Urusan kantor, bisnis sampingan
atau kegemaran pribadi seringkali menjadi musuh yang mengganggu kesempatan emas
bersama dengan anak. Dalih yang biasa diucapkan si pencuri waktu adalah
demi masa depan anak itu sendiri, loyalitas kerja, atau biar asap dapur tetap
mengebul.
Dampak
dari itu semua. Ayah dan anak akan kurang waktu untuk berinteraksi dan
berkomunikasi. Sehingga ujungnya si anak akan mencari informasi dari sumber
lain di luar rumah. Dimana informasi yang di dapat belum tentu benar.
Jangka
panjangnya, otoritas yang seharusnya menjadi milik soerang ayah, yaitu sebagai
guru pertama yang menanamkan nilai-nilai positif. Akhirnya, otoritas tersebut
diambil alih oleh orang lain. Tentu yang
dikhawatirkan pengganti sosok ayah yang ditemukan anak adalah mereka
yang dalam tanda kutip “bajingan”.
Adapun
sebagai seorang muslim, cobalah pelajari bagaimana Al-Quran ternyata banyak
memberikan contoh bagaimana interaksi komunikasi ayah dan anak. Bahkan bila
kita teliti lebih lanjut tentang ayat-ayat ayah dan anak dal-Quran. Kita akan
tahu apa yang seharusnya diperbincangkan ayah kepada anaknya.
Tentu
ada banyak ayat, namun salah satu contohnya, bagaimana Luqman memberikan
nasihat kepada anaknya sebgai berikut:
ÙˆَØ¥ِذْ Ù‚َالَ
Ù„ُÙ‚ْÙ…َٰÙ†ُ Ù„ِٱبْÙ†ِÙ‡ِÛ¦ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ ÙŠَعِظُÙ‡ُÛ¥ ÙŠَٰبُÙ†َÙ‰َّ Ù„َا تُØ´ْرِÙƒْ بِٱللَّÙ‡ِ ۖ Ø¥ِÙ†َّ
ٱلشِّرْÙƒَ Ù„َظُÙ„ْÙ…ٌ عَظِيمٌ
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS. Luqman: 13).
0 komentar:
Posting Komentar