![]() |
Kraton Surakarta |
CIAMISMU.COM – Surakarta sebagai kota tempat diselenggarakannya Muktamar
Muhammadiyah dan Aisyiyah, ternyata memiliki sejumlah lokasi wisata sejarah
menarik.
Hal
ini tentu bisa dimanafaatkan oleh para muktamirin ataupun para penggembira
untuk mengunjungi sejumah wisata sejarah di Kota Surakarta. Apalagi kota
Surakarta atau yang sering disingkat menjas Solo tersebut merupakan wilayah
yang penuh dengan sarat sejarah.
Berikut
kami kutipkan sejumlah lokasi wisata sejarah yang bisa dikunjungi para
penggembiran dan muktamirin:
1.
Museum Batik Danar Hadi
Museum Batik Danar Hadi terletak di Jalan Brigjend Slamet Riyadi
No.261 Surakarta, untuk harga tiket masuk per orang sebesar Rp 35,000 yang
dimana kita langsung ditemani oleh seorang guide tanpa biaya tambahan. Berdiri
sejak tahun 1967, Danar Hadi juga membuat Museum Batik Danar Hadi yang memiliki
10.000 lembar kain, yang diresmikan di tahun 2002 oleh Wakil Presiden Megawati
Soekarnoputri. Batik-batik yang berada di dalamnya kebanyakan merupakan koleksi
pribadi dari H. Santosa Doellah, ada batik-batik yang dibeli dari lelang,
pemberian dari beberapa publik figur tenar, dan ada pula batik yang dibuat di
workshop Danar Hadi. Karena kuantitasnya yang buanyak itu, museum ini juga
masuk MURI.
2.
Pura Mangkunegara
![]() |
Pura Mangkunegaran |
Sebagai perwujudan dari Pangeran Sambernyawa yang sudah digembleng
kerasnya kehidupan sejak kecil membuat Puro Mangkunegaran kokoh bertahan di
tengah arus modernisasi. Istana Mangkunegaran (Bahasa Jawa: Purå Mangkunagaran)
adalah istana resmi Kadipaten Praja Mangkunegaran dan tempat kediaman para
penguasanya (Sampéyan Ingkang Jumeneng). Bangunan ini berada di Surakarta.
Istana ini mulai dibangun pada tahun 1757 oleh Mangkunegara I dengan mengikuti
model keraton. Secara arsitektur kompleks bangunannya memiliki bagian-bagian
yang menyerupai keraton, seperti memiliki pamédan, pendapa, pringgitan, dalem,
dan keputrèn. Seluruh kompleks dikelilingi oleh tembok, hanya bagian pamédan
yang diberi pagar besi.
Pura ini dibangun setelah Perjanjian Salatiga yang mengawali
pendirian Praja Mangkunegaran ditandatangani oleh kelompok Raden Mas Said,
Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengkubuwana I), Sunan Pakubuwana III, dan VOC
pada tahun 1757. Pangeran Sambernyawa, julukan bagi Raden Mas Said, diangkat
menjadi “Pangeran Adipati” bergelar Mangkunegara I. Sebagaimana bangunan utama
di Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta, Istana Mangkunegaran mengalami
beberapa perubahan. Perubahan ini tampak pada ciri dekorasi Eropa yang populer
saat itu.
3.
Pasar Klewer
Pasar Klewer adalah pasar tekstil terbesar di Kota Surakarta. Pasar
yang letaknya bersebelahan dengan Keraton Surakarta ini juga merupakan pusat
perbelanjaan kain batik yang menjadi rujukan para pedagang dari Yogyakarta,
Surabaya, Semarang, dan kota-kota lain di Pulau Jawa. Bangunan pasar dua lantai
ini menampung 1.467 pedagang dengan jumlah kios sekitar 2.064 unit. Pasar
Klewer tidak hanya sebagai pusat perekonomian, tetapi juga tujuan wisata dan
simbol Kota Surakarta.
Keraton
Surakarta adalah istana resmi Kasunanan Surakarta yang terletak di Kota
Surakarta, Jawa Tengah. Keraton ini didirikan oleh Susuhunan Pakubuwana II pada
tahun 1744 sebagai pengganti Istana/Keraton Kartasura yang porak-poranda akibat
Geger Pecinan 1743.
Walaupun
Kasunanan Surakarta tersebut secara resmi telah menjadi bagian Republik Indonesia
sejak tahun 1945, kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai tempat
tinggal Sri Sunan dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi
kerajaan hingga saat ini. Keraton ini kini juga merupakan salah satu objek
wisata utama di Kota Surakarta. Sebagian kompleks keraton merupakan museum yang
menyimpan berbagai koleksi milik kasunanan, termasuk berbagai pemberian dari
raja-raja Eropa, replika pusaka keraton, dan gamelan. Dari segi bangunannya,
keraton ini merupakan contoh arsitektur istana Jawa tradisional yang terbaik.
5.
Masjid
Agung Surakarta
Masjid
Agung Kraton Surakarta pada masa pra kemerdekaan adalah masjid agung milik
kerajaan (Surakarta Hadiningrat) dan berfungsi selain sebagai tempat ibadah
juga sebagai pusat syiar Islam bagi warga kerajaan. Masjid Agung dibangun oleh
Sunan Pakubuwono III tahun 1763 dan selesai pada tahun 1768. Masjid ini
merupakan masjid dengan katagori masjid jami’, yaitu masjid yang digunakan
untuk salat berjamaah dengan ukuran makmum besar (misalnya Sholat Jumat ataupun
Sholat Ied).
Dengan
status sebagai masjid kerajaan, masjid ini juga berfungsi mendukung segala
keperluan kerajaan yang terkait dengan keagamaan, seperti Grebeg dan festival
Sekaten. Raja (Sunan) Surakarta berfungsi sebagai panatagama (pengatur urusan
agama) dan masjid ini menjadi pelaksana dari fungsi ini. Semua pegawai masjid
diangkat menjadi abdi dalem kraton, dengan gelar seperti Kanjeng Raden
Tumenggung Penghulu Tafsiranom (untuk penghulu) dan Lurah Muadzin untuk juru
adzan.
0 komentar:
Posting Komentar