Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Dalam salat, ketika saya masbuk terkadang saya menemui imam sudah
membaca al-Fatihah bahkan hampir selesai bacaan salatnya, kemudian saya
mengikuti salat jamaah dengan takbiratul ihram, pertanyaan saya:
1.
Apakah
setelah saya takbiratul ihram saya tetap membaca doa iftitah sedangkan pada
saat itu imam bertakbir untuk rukuk?
2.
Apakah
saya diam saja mendengarkan bacaan imam lalu ikut rukuk?
3.
Bagaimana
pula dengan bacaan al-Fatihah yang tidak sempat saya baca dalam salat itu?
Sahkah salat saya?
Pertanyaan Dari:
Indriyati, Jln. Wates, Jogja Barat
(disidangkan pada hari Jum‘at, 17 Shaffar 1435 H / 20 Desember 2013 M)
Jawaban:
Wa ‘alaikumussalam wr. wb.
Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih atas pertanyaan saudari.
Sebenarnya pertanyaan saudari berkaitan erat dengan tata cara salat berjamaah
khususnya dalam kaitannya dengan hubungan antara imam dan makmum yang sudah
dijelaskan dalam Himpunan Putusan Tarjih (HPT), sebagai berikut: “Apabila kamu
mendatangi salat berjamaah dan mendapati imam sudah mulai melakukan salat, maka
bertakbirlah kamu lalu kerjakanlah sebagaimana yang dikerjakan imam. Jangan
kamu hitung rakaatnya kecuali jika kamu sempat melakukan rukuk bersama-sama
dengan imam. Kemudian sempurnakanlah salatmu sesudah imam bersalam.” (HPT, hal.
119) Penjelasan serupa terdapat juga pada buku Tanya Jawab Agama jilid 4
cetakan ketujuh tahun 2013 hal. 135 yang diterbitkan oleh Suara Muhammadiyah.
Namun demikian, untuk lebih jelasnya kami akan paparkan jawaban setiap
pertanyaan sebagai berikut:
1.
Untuk
menjawab pertanyaan pertama, perlu diperhatikan sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam:
إذَا أَتَى أَحَدُكُمُ الصَّلاَةَ
وَالإِمَامُ عَلَى حَالٍ، فَلْيَصْنَعْ كَمَا يَصْنَعُ الْإِمَامُ ] رواه الترمذى] .
Artinya: “Apabila salah
seorang di antaramu mendatangi salat (jamaah) pada waktu imam sedang berada
dalam suatu keadaan, maka hendaklah ia kerjakan sebagaimana apa yang dikerjakan
imam.” [HR. at-Tirmidzi, diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib dan Mu’adz bin Jabal].
Di dalam hadis lain
dijelaskan sebagai berikut;
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
إِذَا جِئْتُمْ إِلَي الصَّلاَةِ وَنَحْنُ سُجُوْدٌ فَاسْجُدُوْا وَلاَ
تَعُدُّوْهَا شَيْئًا وَمَنْ أَدْرَكَ الرَّكْعَةَ فَقَدْ أَدْرَكَ
الصَّلاَةَ [رواه أبو داود والحاكم وابن
خزيمة] .
Artinya: “Diriwayatkan
dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam telah bersabda: Apabila kamu mendatangi salat ketika kami sedang
sujud, maka sujudlah dan jangan hitung sebagai satu rakaat, dan barangsiapa
menjumpai rukuknya imam, berarti ia menjumpai salat (rakaat sempurna)” [HR. Abu Dawud, al-Hakim dan Ibnu
Khuzaimah].
Kedua hadis di atas
menjelaskan dua hal, yaitu:
Bahwa makmum yang
datang terlambat (masbuk) hendaklah langsung takbir dan mengikuti gerakan imam
Bahwa makmum yang
sempat menunaikan rukuk bersama imam kemudian ia mengikuti gerakan imam
sesudahnya, maka ia dianggap telah menunaikan satu rakaat penuh walaupun ia
tidak sempat membaca apapun. Sedangkan apabila ia tidak sempat melakukan rukuk
bersama imam, maka ia tidak dianggap telah menunaikan satu rakaat penuh
walaupun ia sempat melakukan gerakan salat sesudahnya bersama imam.
Kalau dilihat sepintas
nampaknya ketentuan yang terdapat dalam hadis-hadis di atas bertentangan dengan
hadis:
عَنْ
عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, قَالَ : لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ
الْكِتَابِ [رواه البخارى ومسلم].
Artinya: “Diriwayatkan
dari ‘Ubadah bin ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam besabda: Tidak sah salatnya orang yang tidak membaca permulaan Kitab
(al-Fatihah)” [HR. al-Bukhari dan
Muslim].
Akan tetapi sebenarnya
kedua hadis di atas tidak bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan
al-Bukhari dan Muslim ini, karena hadis yang menjelaskan bahwa tidak sah salat
tanpa membaca al-Fatihah ini berlaku umum untuk semua rakaat, bagi setiap orang
yang salat sendiri atau berjamaah yang masih sempat mengikuti bacaan imam.
Sedangkan kedua hadis sebelumnya berlaku khusus bagi orang yang mengerjakan
salat berjamaah dalam keadaan masbuk (terlambat). Jadi kedua hadis tersebut
merupakan takhshish (pengkhususan pelaksanaannya) bagi hadis yang masih umum
(hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim). Hal ini tentu dibenarkan, karena Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penyampai
ajaran Islam mempunyai wewenang mengatur demikian, sedangkan yang berkaitan
dengan doa iftitah, jumhur ulama menghukuminya sunnah, jadi apabila seseorang
tidak membaca doa iftitah dalam salatnya, maka hal tersebut tidak akan
membatalkan salatnya.
Berdasarkan penjelasan
di atas, maka apabila saudari terlambat melaksanakan salat berjamaah sedangkan
imam sedang bertakbir rukuk, maka hendaknya saudari langsung bertakbir
(takbiratul ihram), lalu bertakbir rukuk mengikuti imam dan seterusnya,
sehingga saudari mendapatkan satu rakaat walaupun tidak sempat membaca
al-Fatihah terlebih lagi doa iftitah.
2. Berkenaan
dengan pertanyaan kedua, ada sebuah hadis Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam yang berbunyi:
عَنْ
عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ : صَلَّى رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَ سَلَّمَ الصُبْحَ فَثَقُلَتْ عَلَيْهِ الْقِرَاءَةُ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ
إِنِّي لَأَرَاكُمْ تَقْرَءُوْنَ مِنْ وَرَاءِ إِمَامِكُمْ قَالَ قُلْنَا أَجَلْ
وَاللهِ يَا رَسُوْلَ اللهِ هَذَا قَالَ فَلَا تَفْعَلُوْا إِلَّا بِأُمِّ
الْقُرْآنِ فَإِنَّهُ لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِهَا . هَذَا إِسْنَادٌ
حَسَنٌ [رَوَاهُ الدَّارُقُطْنِى].
Artinya: “Diriwayatkan dari Ubadah bin ash-Shamit, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam salat subuh, orang-orang yang makmum nyaring bacaannya, lalu setelah selesai salat beliau menegur; ‘Sesungguhnya aku kira kamu sama membaca di belakang imammu.’ ‘Ubadah berkata, kami menjawab; ‘Benar, demi Allah, ya Rasulullah, benar begitu’. Beliau bersabda: ‘Janganlah kamu mengerjakan demikian kecuali Ummul Qur’an (al-Fatihah), maka sesungguhnya tidak sah salat seseorang yang tidak membacanya.’ Hadis ini sanadnya hasan” [HR. ad-Daruquthni].
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ صَلَّى بِأَصْحَاِبهِ فَلَمَّا قَضَى صَلَاتَهُ أَقْبَلَ عَلَيْهِمْ بِوَجْهِهِ فَقَالَ: أَتَقْرَؤُوْنَ فِي صَلَاتِكُمْ خَلْفَ الإِمَامِ وَاْلإِمَامُ يَقْرَأُ؟ فَسَكَتُوْا قَالَهَا ثَلَاثَ مَرَّاتِ فَقَالَ قَائِلٌ أَوْ قَائِلُوْنَ: إِنَّا لَنَفْعَلُ قَالَ: فَلَا تَفْعَلُوْا وَلْيَقْرَأْ اَحَدُكُمْ بِفَاتِحَةِ اْلكِتَابِ فِي نَفْسِهِ [رواه ابن حبان] .
Artinya: “Diriwayatkan
dari Anas: bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersama dengan para sahabatnya, ketika beliau selesai mengerjakan
salat, maka beliau menhadapkan wajahnya ke arah mereka, lalu bersabda: ‘Apakah kalian membaca dalam salat kalian di belakang imam, padahal imam
itu membaca?’
Mereka (para sahabat) diam, beliau mengucapkannya tiga kali. Lalu
seseorang atau beberapa orang menjawab: ‘Sesungguhnya kami
melakukannya, beliau bersabda: maka janganlah kalian mengerjakannya, hendaknya
seseorang dari kamu membaca Fatihatul kitab (al-Fatihah) pada dirinya (dengan
suara rendah yang hanya di dengar sendiri) [HR. Ibnu Hibban).
Dari hadis-hadis di
atas dapat dipahami bahwa ketika imam membaca (dengan nyaring), maka makmum
tidak boleh membaca sesuatu apapun di belakang imam, kecuali surat al-Fatihah
yang dibaca dengan suara yang hanya didengar oleh dirinya sendiri. Jadi,
apabila saudari terlambat melaksanakan salat berjama’ah,
dan masih mendapati imam belum rukuk, maka saudari segera takbiratul ihram dan
membaca surat al-Fatihah (dengan suara yang hanya didengar oleh diri sendiri)
sedapatnya. Sedangkan apabila saudari masbuk dan mendapati imam rukuk, maka
hendaknya saudari langsung bertakbir (takbiratul ihram), lalu bertakbir rukuk
mengikuti imam dan seterusnya, sehingga saudari mendapatkan satu rakaat
walaupun tidak sempat membaca al-Fatihah sebagaimana yang dijelaskan di
pertanyaan yang pertama.
3. Berkaitan dengan
pertanyaan ketiga, sebenarnya sudah kami jelaskan di pertanyaan yang pertama,
bahwa jika saudari masbuk salat berjamaah, sedangkan imam sedang rukuk dan
saudari masih sempat rukuk bersama imam, maka saudari mendapatkan satu rakaat
penuh walaupun tidak sempat membaca al-Fatihah, dan salat saudari menjadi sah jika jumlah
rakaatnya sudah sempurna. Tetapi jika dalam situasi tersebut saudari tidak
mendapatkan rukuk bersama imam, maka saudari tidak mendapatkan satu rakaat, dan
saudari harus menyempurnakannya ketika imam sudah mengucapkan salam.
Wallahu
a‘lam bish-shawab.
Sumber: Majalah Suara
Muhammadiyah No. 4, 2014
0 komentar:
Posting Komentar